Tender Panas Pemadam Kebakaran
Kejaksaan Agung menetapkan Dirut PT
Angkasa Pura I sebagai tersangka korupsi pengadaan kendaraan pemadan
kebakaran senilai Rp 63 milyar. Pihak Angkasa Pura mengklaim, pengadaan
Damkar sudah sesuai prosedur.
Papan nama bertuliskan PT. Merah Delima telah
diturunkan sejak dua bulan lalu. Ruko tiga lantai di Jl. Raya Siaga
Nomor 3D, Jakarta Selatan itu tampak tertutup. Kaca-kacanya pun gelap
terhalang tirai gulung. "Betul itu kantornya PT Merah Delima," ujar Anto
(bukan nama sebenarnya) salah seorang pegawai di perusahaan sebelah
kantor tersebut.
Menurut Anto, PT Merah Delima adalah
perusahaan yang bergerak di bidang survei dan pengurusan dokumen. "Tapi
tepatnya dokumen apa saja saya nggak begitu tahu," katanya. PT Merah
Delima merupakan mitra PT Scientek Computindo, perusahaan information
technology yang menjadi rekanan PT Angkasa Pura I dalam pengadaan lima
unit mobil pemadam kebakaran (Damkar) tahun anggaran 2011 senilai Rp 63
milyar.
Kejaksaan Agung mencium ada dugaan korupsi
dalam proses pengadaan kendaraan Damkar untuk ditempatkan di Bandara
Yogyakarta, Solo, Semarang, Makassar, dan Manado itu. Pada 16 Juli lalu,
Kejagung telah menetapkan dua tersangka, yaitu Direktur Utama Angkasa
Pura I, Tommy Soetomo dan Direktur PT Scientek Computindo, Hendra Liem.
Keduanya terancam hukuman selama 20 tahun penjara sesuai dengan UU
Tindak Pidana Korupsi Nomor 31/1999, yang diubah menjadi UU Nomor 21
Tahun 2000.
Orang nomor satu di Angkata Pura I itu diduga
menyalahi prosedur pengadaan tender lima unit Damkar tadi. Kejagung pun
maraton melakukan pemeriksaan saksi-saksi sejak akhir Agustus lalu.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, R. Widyopramono mengatakan kalau proses
pemeriksaan sejumlah saksi dan pengumpulan berbagai alat bukti itu untuk
membuktikan dugaan korupsi yang dilakukan Tommy Soemoto terus bergulir.
"Proses penanganan di Jampidsus semuanya simultan. Semua bergerak tanpa
hari tanpa ada penanganan perkara tersebut," tegasnya kepada Iwan
Sutiawan dari GATRAnews.com.
Adapun kaitan dengan Hendra Liem, dugaan kuat
yang muncul dia telah melakukan pemalsuan dokumen impor lima unit
damkar tadi. Untuk mengurusnya, PT Scientek Computindo menggunakan jasa
pihak ketiga, yaitu PT Merah Delima dan PT Strawberry Pratama. Keduanya
menjadi pihak Pelayanan Perusahaan Jasa Kepabeanan (PPJK) untuk mendapat
dokumen pemberitaan impor barang.
Pada 10 September lalu, Penyidik Kejagung
mengagendakan pemeriksaan terhadap saksi Rudi Prawira Satya dari PT
Strawberry Pratama dan Andreas Sarono, General Manager PT Merah Delima.
Namun dalam agenda pemeriksaan untuk mendapatkan dokumen Pemberitaan
Impor Barang tersebut hanya Andreas saja yang hadir.
GATRA pun mencoba mengonfirmasi dengan
menyambangi kantor PT Merah Delima, Selasa lalu. Namun salah seorang
pegawainya menolak dengan alasan kesibukan pekerjaan. "Lain kali saja
mas, ini sedang sibuk urus kerjaan semuanya," ujar pria yang enggan
disebutkan namanya itu.
Cerita lain muncul dalam penelusuran PT
Strawberry Pratama. Ada kejanggalan, sebab perusahaan itu memiliki
alamat kantor yang sama dengan PT Scientek Komputindo, di Menara Batavia
Lt. 10, Jl. KH Mas Mansyur Kav. 126, Karet Tengsin, Tanah Abang. Sumber
GATRA di Kejagung menyebutkan kalau kedua perusahaan rekan Angkasa Pura
I itu merupakan milik Hendra Liem.
Dugaan itu semakin menguat tatkala Hendra
Liem yang mangkir dari pemanggilan Kejagung pada pertengahan September
lalu. Keabsenan dia itu juga tanpa keterangan jelas kepada tim penyidik.
Sebelumnya Rudi Prawira Satya juga sama-sama tidak memenuhi agenda
pemeriksaannya sebagai saksi.
GATRA mencoba mengonfirmasi Hendra Liem
dengan menyambangi kantor PT Scientek Komputindo, Selasa lalu. Namun
resepsionis dari kantor perusahaan yang bergerak di bidang peralatan,
suplai Electronic Data Processing, sekaligus pemeliharaan itu
menyebutkan kalau yang bersangkutan sedang tidak ada di kantor.
Saat ini, penetapan tersangka dugaan korupsi
kasus ini memang masih baru mengena Tommy Soetomo dan Hendra Liem saja.
Namun Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Tony Tribagus
Spontana tidak menutup kemungkinan akan adanya tersangka baru. "Saat
ini penyidik Kejagung masih terus mengembangkan kasus ini," katanya
kepada GATRA.
Ini termasuk juga berkaitan dengan
pemanggilan dua saksi dari dua rekan PT Scientek Computindo, yaitu PT
Merah Delima dan PT Strawberry Pratama. Namun Tony menjelaskan kalau
sejauh ini penyidik memang belum menemukan indikasi keterlibatan kedua
saksi tersebut. "Tapi kalau ditemukan cukup bukti dan memungkinkan ke
arah sana (penetapan tersangka), kenapa tidak," ia menegaskan.
Dalam waktu dekat ini, menurut Tony, Kejagung
akan memanggil Dirut Angkasa Pura I dengan jajaran direksinya. Hanya ia
belum bisa menyebutkan kepastian kapan tanggal dan waktunya. Kamis
pekan lalu, Kejagung juga telah memeriksa tiga pejabat Angkasa Pura I
sebagai saksi. Mereka adalah Yudi Maisa selaku Deputi Direktur Teknik
Perencanaan dan Spesifikasi Teknis, Wendo Asrul Rose sebagai Deputi
Direktur Teknik dan Pengawasan, dan Agus Swara sebagai Pemeriksa Barang.
Menurut Tony, pemanggilan Yudi untuk
mengetahui proses pembuatan dan pengusulan Rencana Kerja dan
Syarat-Syarat (RKS) untuk pengadaan mobil damkar. Lalu dari Wendo untuk
tahu tentang kronologis dan laporan pelaksanaan pengawasan yang
dilakukannya dalam pengadaan mobil damkar oleh PT Scientek Computindo. "Adapun Agus dihadirkan untuk tahu mengenai proses pemeriksaan unit
damkar di tahap kedua, saat masa hingga hasil pemeriksaannya," jelasnya.
Penetapan Tommy Soetomo sebagai tersangka ini
memang sempat menjadi kontroversi. Sebab itu dilakukan tanpa proses
pemeriksaan terlebih dahulu. Berkaitan itu, Tony membantah kalau hal itu
melawan prosedur yang ada. Menurutnya, penetapan tersangka bukan dari
pemeriksaan saja, tapi dari bukti lain seperti saksi, dokumen atau
surat-surat. Juga dari keterangan ahli dan dari petunjuk yang didapat
oleh penyidik.
Sekretaris Perusahaan Angkasa Pura I, Farid
Indra Nugraha mengatakan kalau proses pengadaan lima unit Damkar itu
telah sesuai prosedur. Bahkan pengadaannya berdasarkan Keputusan
Presiden (Keppres) yang dituangkan dalam Surat Keputusan Direksi. "Memang yang menandatangani proyek itu Direktur Utama, tapi secara detil
tidak tahu apa-apa," katanya.
GATRA pun berupaya meminta waktu wawancara
dengan Tommy Soetomo. Namun permohonan via email yang ditujukan melalui
humas Angkasa Pura I belum bisa terpenuhi. "Karena proses ini masih
berlanjut oleh kejaksaan, maka yang dapat disampaikan adalah Direktur
Utama kami akan tetap mengikuti mekanisme dan proses yang ditetapkan
oleh Kejaksaan," kata Humas Angkasa Pura I dalam jawaban emailnya.
Birny Birdieni, Sya'bani Takdir, dan Aditya Kirana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar