Cari Blog Ini

Senin, 15 Desember 2014

Tender Panas Pemadam Kebakaran


Tender Panas Pemadam Kebakaran

Kejaksaan Agung menetapkan Dirut PT Angkasa Pura I sebagai tersangka korupsi pengadaan kendaraan pemadan kebakaran senilai Rp 63 milyar. Pihak Angkasa Pura mengklaim, pengadaan Damkar sudah sesuai prosedur.

Papan nama bertuliskan PT. Merah Delima telah diturunkan sejak dua bulan lalu. Ruko tiga lantai di Jl. Raya Siaga Nomor 3D, Jakarta Selatan itu tampak tertutup. Kaca-kacanya pun gelap terhalang tirai gulung. "Betul itu kantornya PT Merah Delima," ujar Anto (bukan nama sebenarnya) salah seorang pegawai di perusahaan sebelah kantor tersebut.

Menurut Anto, PT Merah Delima adalah perusahaan yang bergerak di bidang survei dan pengurusan dokumen. "Tapi tepatnya dokumen apa saja saya nggak begitu tahu," katanya. PT Merah Delima merupakan mitra PT Scientek Computindo, perusahaan information technology yang menjadi rekanan PT Angkasa Pura I dalam pengadaan lima unit mobil pemadam kebakaran (Damkar) tahun anggaran 2011 senilai Rp 63 milyar.

Kejaksaan Agung mencium ada dugaan korupsi dalam proses pengadaan kendaraan Damkar untuk ditempatkan di Bandara Yogyakarta, Solo, Semarang, Makassar, dan Manado itu. Pada 16 Juli lalu, Kejagung telah menetapkan dua tersangka, yaitu Direktur Utama Angkasa Pura I, Tommy Soetomo dan Direktur PT Scientek Computindo, Hendra Liem. Keduanya terancam hukuman selama 20 tahun penjara sesuai dengan UU Tindak Pidana Korupsi Nomor 31/1999, yang diubah menjadi UU Nomor 21 Tahun 2000.

Orang nomor satu di Angkata Pura I itu diduga menyalahi prosedur pengadaan tender lima unit Damkar tadi. Kejagung pun maraton melakukan pemeriksaan saksi-saksi sejak akhir Agustus lalu. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, R. Widyopramono mengatakan kalau proses pemeriksaan sejumlah saksi dan pengumpulan berbagai alat bukti itu untuk membuktikan dugaan korupsi yang dilakukan Tommy Soemoto terus bergulir. "Proses penanganan di Jampidsus semuanya simultan. Semua bergerak tanpa hari tanpa ada penanganan perkara tersebut," tegasnya kepada Iwan Sutiawan dari GATRAnews.com.

Adapun kaitan dengan Hendra Liem, dugaan kuat yang muncul dia telah melakukan pemalsuan dokumen impor lima unit damkar tadi. Untuk mengurusnya, PT Scientek Computindo menggunakan jasa pihak ketiga, yaitu PT Merah Delima dan PT Strawberry Pratama. Keduanya menjadi pihak Pelayanan Perusahaan Jasa Kepabeanan (PPJK) untuk mendapat dokumen pemberitaan impor barang.  

Pada 10 September lalu, Penyidik Kejagung mengagendakan pemeriksaan terhadap saksi Rudi Prawira Satya dari PT Strawberry Pratama dan Andreas Sarono, General Manager PT Merah Delima. Namun dalam agenda pemeriksaan untuk mendapatkan dokumen Pemberitaan Impor Barang tersebut hanya Andreas saja yang hadir.

GATRA pun mencoba mengonfirmasi dengan menyambangi kantor PT Merah Delima, Selasa lalu. Namun salah seorang pegawainya menolak dengan alasan kesibukan pekerjaan. "Lain kali saja mas, ini sedang sibuk urus kerjaan semuanya," ujar pria yang enggan disebutkan namanya itu.

Cerita lain muncul dalam penelusuran PT Strawberry Pratama. Ada kejanggalan, sebab perusahaan itu memiliki alamat kantor yang sama dengan PT Scientek Komputindo, di Menara Batavia Lt. 10, Jl. KH Mas Mansyur Kav. 126, Karet Tengsin, Tanah Abang. Sumber GATRA di Kejagung menyebutkan kalau kedua perusahaan rekan Angkasa Pura I itu merupakan milik Hendra Liem.

Dugaan itu semakin menguat tatkala Hendra Liem yang mangkir dari pemanggilan Kejagung pada pertengahan September lalu. Keabsenan dia itu juga tanpa keterangan jelas kepada tim penyidik. Sebelumnya Rudi Prawira Satya juga sama-sama tidak memenuhi agenda pemeriksaannya sebagai saksi. 

GATRA mencoba mengonfirmasi Hendra Liem dengan menyambangi kantor PT Scientek Komputindo, Selasa lalu. Namun resepsionis dari kantor perusahaan yang bergerak di bidang peralatan, suplai Electronic Data Processing, sekaligus pemeliharaan itu menyebutkan kalau yang bersangkutan sedang tidak ada di kantor. 

Saat ini, penetapan tersangka dugaan korupsi kasus ini memang masih baru mengena Tommy Soetomo dan Hendra Liem saja. Namun Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Tony Tribagus Spontana  tidak menutup kemungkinan akan adanya tersangka baru. "Saat ini penyidik Kejagung masih terus mengembangkan kasus ini," katanya kepada GATRA.

Ini termasuk juga berkaitan dengan pemanggilan dua saksi dari dua rekan PT Scientek Computindo, yaitu PT Merah Delima dan PT Strawberry Pratama. Namun Tony menjelaskan kalau sejauh ini penyidik memang belum menemukan indikasi keterlibatan kedua saksi tersebut. "Tapi kalau ditemukan cukup bukti dan memungkinkan ke arah sana (penetapan tersangka), kenapa tidak," ia menegaskan.

Dalam waktu dekat ini, menurut Tony, Kejagung akan memanggil Dirut Angkasa Pura I dengan jajaran direksinya. Hanya ia belum bisa menyebutkan kepastian kapan tanggal dan waktunya. Kamis pekan lalu, Kejagung juga telah memeriksa tiga pejabat Angkasa Pura I sebagai saksi. Mereka adalah Yudi Maisa selaku Deputi Direktur Teknik Perencanaan dan Spesifikasi Teknis, Wendo Asrul Rose sebagai Deputi Direktur Teknik dan Pengawasan, dan Agus Swara sebagai Pemeriksa Barang.

Menurut Tony, pemanggilan Yudi untuk mengetahui proses pembuatan dan pengusulan Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS) untuk pengadaan mobil damkar. Lalu dari Wendo untuk tahu tentang kronologis dan laporan pelaksanaan pengawasan yang dilakukannya dalam pengadaan mobil damkar oleh PT Scientek Computindo. "Adapun Agus dihadirkan untuk tahu mengenai proses pemeriksaan unit damkar di tahap kedua, saat masa hingga hasil pemeriksaannya," jelasnya.

Penetapan Tommy Soetomo sebagai tersangka ini memang sempat menjadi kontroversi. Sebab itu dilakukan tanpa proses pemeriksaan terlebih dahulu. Berkaitan itu, Tony membantah kalau hal itu melawan prosedur yang ada. Menurutnya, penetapan tersangka bukan dari pemeriksaan saja, tapi dari bukti lain seperti saksi, dokumen atau surat-surat. Juga dari keterangan ahli dan dari petunjuk yang didapat oleh penyidik.

Sekretaris Perusahaan Angkasa Pura I, Farid Indra Nugraha mengatakan kalau proses pengadaan lima unit Damkar itu telah sesuai prosedur. Bahkan pengadaannya berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) yang dituangkan dalam Surat Keputusan Direksi. "Memang yang menandatangani proyek itu Direktur Utama, tapi secara detil tidak tahu apa-apa," katanya.

GATRA pun berupaya meminta waktu wawancara dengan Tommy Soetomo. Namun permohonan via email yang ditujukan melalui humas Angkasa Pura I belum bisa terpenuhi. "Karena proses ini masih berlanjut oleh kejaksaan, maka yang dapat disampaikan adalah Direktur Utama kami akan tetap mengikuti mekanisme dan proses yang ditetapkan oleh Kejaksaan," kata Humas Angkasa Pura I dalam jawaban emailnya.
 
Birny Birdieni, Sya'bani Takdir, dan Aditya Kirana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar