Cari Blog Ini

Rabu, 25 Mei 2011

Cerita Tentang Ilmu Pengetahuan dan Kekuasaan. (Sebuah Percikan Awal) Oleh: Aditya Kirana

Misteri itu dimulai pasca Perang Dunia Kedua (PD II). Tentara sekutu yang didalamnya terdapat dua Negara adidaya yakni Amerika Serikat serta Rusia ditambah dengan Inggris telah memasuki benteng terakhir pertahanan Jerman di Berlin. Sang Fuhrer alias Hitler memerintahkan Jenderalnya, Heinrich Himmler menghancurkan seluruh hasil peneltian Nazi termasuk juga proyek besar yang dinamakan Chronos. Karena Hitler menyadari sepenuhnya reaksi atas kekalahannya, yakni penjarahan besar-besaran teknologi Jerman. Benar saja, Negara sekutu dengan alasan mengamankan hasil penelitian Jerman dengan nama Deep Black langsung menjarah seluruh laboratorium Jerman hingga tak ada yang tersisa.
Jerman, dikenal dengan teknologi majunya yang didasarkan pada teori Kuantum. Teori penginggalan Max Planck. Sedangkan pada saat yang bersamaan dengan dikenalkannya teori Kuantum, Albert Einstein mengemukakan teori Relativitas yang kemudian dipakai sebagai dasar “Proyek Manhattan” di Amerika. Mengapa Jerman tidak menggunakan teori Relativitas sebagai dasar penelitiannya? Alasannya sangat sederhana. Einstein seorang Yahudi, kaum yang sangat dibenci dan harus dihancurkan oleh sang Fuhrer.
Jerman kalah telak, namun proyek peninggalan Hitler masih dapat diselamatkan oleh sepasukan Schutzstaffel, tentara pengawal khusus Hitler. Disembunyikan dengan baik didataran tinggi Tibet, Nepal. Tepat disalahsatu kastil penginggalan Himmler yang dikenal dengan nama Granitschloa, Kastil Granit.
Inti dari Proyek Chronos adalah The Bell atau Die Glock. Inti dari The Bell adalah mencari energy titik nol. Dalam teorinya, ketika suatu barang atau makhluk dibekukan hingga titik tiga ratus derajat celcius dibawah nol, maka seluruh kerangka subatomisnya tidak akan lagi bergerak. Namun dengan The Bell dan serum yang disebut Xerum 525, maka Jerman berhasil menemukan jawaban atas energy titik nol tersebut. Salah satu fungsinya adalah memperbesar tumbuhan pakis dan semangka serta kecerdasan dan refleks lebih cepat pada tikus. Namun sayangnya, tidak berpengaruh baik pada manusia sebagai puncak rantai makanan. Setelah mencoba sekian lama, akhirnya terdapata secercah harapan mengenai perubahan fisik manusia menjadi lebih sempurna. Sayangnya Jerman kalah lebih awal, dan seluruh proyek tersebut harus diungsikan diperparah dengan hilangnya Xerum 525 dan tak dapat lagi ditemukan hingga saat tulisan ini dibuat.  .
Beberapa mantan petinggi Nazi mengatakan bahwa proyek Chronos adalah awal untuk membentuk ras sempurna dan melanjutkan The Third Reich. Kerajaan Ketiga. Kebangkitan ras Arya sebagai ras paling sempurna yang pada mulanya berasal dari dataran tinggi Tibet, Nepal.
(catatan: untuk bahan diatas bisa diakses dalam novel thriller berjudul Black Mission karangan James Rollins penerbit Dastan.)

Jauh sesudahnya, ilmu pengetahuan bergerak amat cepat. Pada awal 90-an, sekelompok ilmuwan muda di Smithsonian Institute menemukan fakta baru yang sepertinya akan menghebohkan seluruh jagat ilmu pengetahuan modern. Intinya adalah ketika gaya gravitasi mempengaruhi seluruh elemen yang berada di muka bumi ini, maka bagaimana ketika pikiran manusia memiliki massa atau berat yang dapat mempengaruhi massa fisik. Ilmu itu dinamakan Noetic. Ilmu yang menyambungkan antara jejak mistisisme kuno dengan fisika modern. Dan saat ini, mereka telah memiliki institute sendiri dengan nama Institiute Of Noetic Science (IONS) California.
Hanya segelintir orang yang mengetahui perkembangan dari proyek tersebut, yang jelas setiap ilmuwan disana merasa risau dengan hasil penelitian mereka, karena mereka benar-benar memahami konsekuensi logis dari hasil penemuan mereka. Karena menurut mereka, teori awal Superstring yang menyebutkan bahwa alam semesta ini tidak hanya terdiri dari tiga (3) dimensi, melainkan sepuluh (10) dimensi. Hal in persis yang digambarkan oleh Kitab Suku Maya Kuno dan Kitab Bangsa Sumeria ribuan tahun silam. Issac Newton pun ternyata menghasilkan banyak teori fisikanya yang mencerahkan karena mendalami kitab-kitab kuno seperti Kitab Perjanjian Lama, Weda dan al-Qur’an.
(catatan: untuk bahan diatas bisa diakses dalam novel thriller berjudul The Lost Symbol karangan Dan Brown penerbit Bentang.)
 .
Jauh, secara geografis, dari tempat misteri tersebut tersimpan dan dari laboratorium Smithsonian, sekitar 200 juta rakyat sebuah bangsa meluncur bebas kearah kebodohan total. Sekitar 50% dari jumlah tersebut belum pernah keluar dari kotak buta huruf dan melihat terang benderangnya ilmu pengetahuan modern. 30% berhasil keluar dari jebakan kebodohan namun cukup puas dengan menjadi mandor bagi budak-budak sebangsanya. Lebih dari 19% berhasil melambung tinggi menjadi pemilik ilmu pengetahuan namun hanya ilmu yang sudah kadaluarsa atau basi. Sisanya hanya kurang dari 1% yang benar-benar mampu untuk menganalisa dan menguasai kemampuan secara standar basic ilmu pengetahuan modern, namun terlalu lelah untuk membagikannya kepada seluruh anak bangsa.
Namun bicara masalah sejarahnya, bangsa tersebut pernah jaya pada suatu masa. Dimana seluruh kekuasaan terpatri hanya untuk mengejawantahkan satu cita-cita besar. Menjadi penguasa benua. Jerman pada saat itu masih disebut Prusia, sedang dalam masa kehancuran total akibat pola globalisasi awal dimana pertemuan semua Negara-negara Eropa menjadi awal dari kehancurannya sendiri. Setelah jemu berperang satu sama lain, akhirnya dimulailah pencarian lahan kekuasaan baru yang sering mereka sebut sebagai Negara Timur Jauh.
Diawali oleh Magellhans yang berhasil mencapai pantai timur Afrika, dilanjutkan oleh Vasco da Gama lalu Alfonso de Alburqurque, Portugis berhasil menemukan jalur perdagangan menarik menuju India. Disana mereka menemukan diri mereka tak lebih dari penjual miskin yang datang dari negeri entah berantah. Mereka menjual barang-barang kerajinan dari besi dan tembaga yang memang seringkali mendapat pujian ditanah Eropa. Namun sayangnya, mereka berhadapan dengan pedagang-pedagang Timur dengan barang dagangan seperti emas, pala, cengkeh, sutra, lada, kopi dan permata pilihan. Dan sebagian besar barang-barang tersebut didatangkan dari suatu negeri yang disebut Nusantara. Sebuah Archipelagic State.
Pertanyaan paling mendasar, dan juga kerap kali menimbulkan banyak konflik akademik adalah, mengapa sebuah bangsa besar dengan kekuasaan membenua dapat hancur dan tak mampu lagi tersadar ketika melihat puing-puing kemegahannya? Kalau menyusul teori Kuantumnya Jerman dengan The Bell sebagai pengejawantahannya saja kita dibuat repot, apalagi kita mengejar teori Noetic dari Smithsonian Institute? Kira-kira, apa yang menjadi kesalahan terbesar kita saat ini hingga menghasilkan gejala untuk tidak terbangun dari tidur panjang?
 Padahal negeri itu pernah menguasai ilmu pengetahuan yang sangat mencukupi sebagai bekal menjadi penguasa benua, yaitu pengetahuan navigasi laut dengan ketepatan yang sempurna dan kecakapan membuat kapal, baik kapal niaga maupun kapal perang yang telah diakui negeri Cina. Lebih dari itu, mereka memiliki nilai budaya yang begitu kaya. Dari bujur barat ke bujur timur, dan dari lintang utara hingga lintang selatan, kesemuanya memiliki kekayaan budaya yang sangat menakjubkan.
Ataukah memang benar pernyataan tentang “pergeseran kekuasaan dan kekuatan akan selalu terjadi ketika dinamika intelektual internal menghangat, seakan-akan telah selesai, namun malah memecah belah pada akhirnya dan membentuk cluster-cluster dinamis dengan kemampuannya masing-masing dan akan mencari bentuk lain dalam citra musuh bersama yang harus dihadapi secara otomatis.”
Pada akhirnya, saya hanya memerankan pemain pinggiran dalam tulisan ini. Hanya sebagai pemantik yang berharap akan menjadi api besar yang cukup menghangatkan kita semua. Dan juga sebagai pengingat bahwa ilmu pengetahuan sangat berkaitan erat dengan kekuatan dan kekuasaan. Mereka saling berselingkuh dan seringkali tak tahu malu. Semoga beberapa lembar tulisan ini mampu menjadi stimulan bagi sahabat-sahabat untuk memulai diskusi yang hangat. Selamat berkaca.

Untuk-Mu Satu Tanah Airku
Untuk-Mu Satu Keyakinanku

                                                                                                                   Manado, 30 Agustus 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar