Cari Blog Ini

Senin, 15 Desember 2014

Aliran Cuci Uang Bupati Karawang

Aliran Cuci Uang Bupati Karawang

Bupati Karawang Ade Suwara dan istrinyam Nurlatifah menghadapi jerat tindak pidana pemerasan dan pencucian uang. Pasangan suami istri ini mengklaim aset puluhan milyar mereka berasal dari bisnis usaha pribadi.  

Selasa siang lalu, menjadi hari "besar" bagi Bupati Karawang, Ade Swara dan istrinya yang juga anggota DPRD Karawang, Nurlatifah.. Sebab berkas pemeriksaan pasangan tersangka tindak pidana pemerasan dan pencucian uang ini telah resmi dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung. Dengan demikian, sidang pasangan suami istri inipun akan mulai dilakukan dalam waktu dua pekan mendatang.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebenarnya sudah menyatakan perkara itu lengkap sejak pertengahan November lalu. Penahanan Ade Swara dan Nurlatifah sudah dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. "Keduanya akan disidang di Pengadilan Tipikor Bandung," ujar Juru Bicara KPK, Johan Budi. 

Pada 18 Juli lalu, KPK telah menetapkan Ade Swara dan Nurlatifah sebagai tersangka pemerasan terhadap PT Tatar Kertabumi. Keduanya diduga meminta uang Rp 5 milyar dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada 17 Juli hingga 18 Juli 2014 dini hari di rumah dinas Bupati Karawang, di Jalan Siliwangi, Karawang. Uang itu sebagai pelicin untuk menerbitkan surat ijin membangun mall di Karawang. Ada delapan orang yang diamankan KPK. Diantaranya Ade Swara, Nur Latifah dan  adik ipar Ade Swara.

Lalu pada 7 Oktober 2014, KPK juga menetapkan Ade Swara dan Nurlatifah sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penetapan pasal ini tak lepas dari hasil pengembangan KPK terhadap penyidikan dugaan pemerasan keduanya. Ada indikasi tersangka mentransfer, menempatkan, serta mengubah bentuk harta yang diduga dari tindak pidana korupsi, menjadi aset perusahaan milik Ade.

Usaha milik Ade Swara melesat jauh sepanjang empat tahun terakhir ini. Aset yang mencapai puluhan milyar rupiah ini meningkat secara tidak logis sejak ia menjabat sebagai Bupati Karawang tahun 2010 lalu. Ada dugaan kalau uang itu didapat dari sumber dana yang tidak jelas.

Ketika dikonfrontir, Ade Swara dan Nurlatifah tidak bisa menjelaskan transfer dana tidak jelas yang masuk ke dalam rekening mereka. "Hanya mengaku sumbernya dari usahanya, tapi tidak bisa dibuktikan," kata Sumber Gatra di KPK. Dugaan itu diperkuat pengakuan beberapa saksi yang menyebutkan kalau mereka pernah memberi sumbangan berkesan dipaksakan. Bahkan aksi itu dilakukan sebelum operasi tangkap tangan keduanya.

Ada dugaan kalau hasil "uang peras" yang Ade Swara dan Nurlatifah lakoni ini kemudian diputar untuk membuka usaha bernilai milyaran rupiah. Ade Swara mengaku memiliki usaha di bidang pertambangan emas,  bisnis pertokoan, dan usaha budi daya sarang burung walet. Namun Sumber GATRA mengatakan, pertanggungjawaban asal muasal uang modal usahanya darimana tidak bisa dibuktikan keduanya.

Sebagai tindak lanjut, KPK memang telah menyegel sejumlah aset milik Ade Swara dan Nurlatifah. Harta yang diamankan itu berupa aset bergerak, seperti kendaraan hingga harta tak bergerak, yaitu lahan dan properti rumah. Ada lahan seluas 16 hektare di empat lokasi berbeda yang telah disita. Salah satunya, sawah seluas 700 meter persegi di Karawang yang diatasnamakan anaknya, Gina F Swara. Juga sebuah rumah di Pulau Raya, Jakarta.

Menurut kuasa hukum Ade Swara, Haryo Budi Wibowo, lahan yang KPK sita itu masih kategori skala kecil dibandingkan penghasilan yang didapatkan kliennya dari bisnis sarang burung walet dan emas. Lahan 700 meter persegi milik Gina Swara memang dibenarkan Haryo telah disita KPK.  Tanah yang dibeli dengan harga Rp 30 juta itu rencananya akan dibangun menjadi kos-kosan. "Karena lokasinya dekat dengan daerah pabrik," katanya kepada GATRA.

Lahan yang diamankanl KPK ini merupakan aset yang pembeliannya berlangsung setelah Ade Swara dilantik. Seperti rumah pribadi di Jl. Japati, Bandung bebas dari aksi sita menyita. Sebab waktu kepemilikan properti tersebut jauh sebelum Ade Swara menjabat Bupati Karawang tahun 2010 lalu.

Di luar itu, Haryo menjelaskan, Ade Swara juga sempat melego beberapa asetnya pada tahun 2010 lalu. Untuk mengalihkan bisnis usahanya ke sektor industri, Ade Swara menjual sarang burung waletnya senilai Rp 12,5 milyar. Klaim Haryo, kliennya itu sudah kaya sedari dulu, bahkan sejak tahun 1980-an.

Meski bisnis Ade Swara beraset besar, Haryo mengatakan kalau usaha kliennya tersebut masih bersifat konvensional. "Artinya tidak ada pembukuan secara administratif," ujarnya. Nah Haryo mempertanyakan perihal tuduhan TPPU itu. "Jadi dari mana bisa dibuktikan ada TPPU," ia menegaskan. 

Haryo melihat kasus ini sebenarnya lebih kepada kasus suap dari pihak swasta kepada Kepala Daerah. "Cenderung ke gratifikasi, karena ada iming-iming," katanya. Namun bila menilik dari sisi kepentingan, menurutnya Ade Swara tidak memiliki tendensi apa pun. "Apalagi masalah uang, dia (Ade Swara) kan sudah kaya sebelum jadi Bupati," ia menambahkan.

Adapun menurut pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Dian Andriawan harus dibuktikan "predicate crime" dari aksi TPPU yang disangkakan pada Bupati Karawang, Ade Swara dan istrinya Nurlatifah. "Disebutkan objek TPPU adalah uang hasil kejahatan. Nah kejahatannya apa yang sudah dilakukan itu harus jelas," katanya.

Dian menjelaskan, dalam pasal 69 TPPU memang menyebutkan tidak perlu ada pembuktian tindak pidana asal selama proses penyelidikan hingga pengadilan. Namun harus kembali kepada ketentuan hukum materilnya. Objek dari Undang-Undang TPPU adalah uang tindakan kejahatan. Dalam hal ini, hasil korupsi yang dicuci dan dihalalkan lewat money laundring.  

Nah menurut Dian, KPK harus membuktikan tindak pidana korupsi Ade Swara lebih dulu sebelum masuk ke ranah TPPU. Nantinya, uang hasil dari korupsi itu harus bisa dibuktikan ada hubungan dengan duit objek TPPU tadi.

Birny Birdieni, Anthony Djafar, dan Aditya Kirana




Tidak ada komentar:

Posting Komentar